Selama bekerja di sini, aku menyimpulkan satu hal:
kantor adalah kebun binatang.

Bukan karena hewannya.
Tapi karena tiap orang punya perilaku khas yang muncul di jam tertentu.

Ada tipe Datang Paling Pagi Tapi Pulang Paling Awal.
Ada Ngopi Lima Kali Tapi Kerjanya Tetap Sama.
Ada juga Suka Bilang “Santai” Tapi Deadline-nya Hari Ini.

Aku?
Tipe Masih Bingung Kenapa Aku di Sini Tapi Tetap Datang Tepat Waktu.

Pagi itu, grup chat kantor sudah ramai sebelum jam delapan.

“Reminder ya, hari ini follow up yang kemarin.”
Follow up yang mana?
Yang kemarin hari apa?

Aku baru saja membuka laptop ketika suara dari belakang menyapa,
“Kalau kamu bertahan tiga bulan di sini, nanti dapat skill baru.”

Aku menoleh. Rasya.

Skill apa?” tanyaku.

Skill pura-pura ngerti,” jawabnya santai.

Aku tertawa. Keras. Terlalu keras. Tapi jujur.

Di kantor ini, ada aturan tak tertulis:
jangan terlihat terlalu pintar, nanti ditambah kerjaan.
Jangan terlihat terlalu santai, nanti dibilang tidak niat.

Jadi semua orang memilih aman, terlihat sibuk.

Aku sempat mengamati rekan kerja di sekeliling.
Mouse digerakkan tanpa klik.
Excel dibuka tanpa disentuh.
Wajah serius, padahal lagi mikirin makan siang.

“Ini normal?” bisikku ke Rasya.

“Normal kantor,” katanya. “Bukan normal manusia.”

Siang hari, bos lewat dengan aura tidak mengundang percakapan. Semua orang mendadak mengetik lebih cepat.

Aku ikut-ikutan. Tidak tahu apa yang kuketik.

“Ini juga skill,” kata Raka pelan. “Survival.”

Aku mengangguk penuh pengertian.

Mungkin aku belum cinta pekerjaan ini.
Mungkin aku masih membuka folder resign tiap Senin.

Tapi setidaknya sekarang aku tahu:
aku tidak sendirian di kebun binatang ini.

Dan di antara semua spesies aneh itu,
ada satu coworker yang membuat hari-hari absurd ini… bisa ditertawakan.

No comments

Search This Blog

Powered by Blogger.

Labels

Popular Posts

Followers