Tips Menghindari Plagiarisme Desain Di Dunia Maya

    Ketika aku sedang membuka sebuah platform video, ada sebuah video menarik dimana seorang Content Creator sedang curhat dengan wajah kesal karena video tutorial desain yang dia buat ditiru atau dibuat ulang oleh Conten Creator lain di platform yang berbeda. Padahal dia sudah bersusah payah melakukan eksperimen untuk menghasilkan karya desainnya yang dia bagikan cara membuatnya untuk publik. Hal seperti ini sudah sering terjadi di sekitar kita, plagiarisme dalam sebuah karya, baik itu tulisan, lagu, desain, produk, kemasan, brand, dll. Pada kesempatan kali ini, aku akan membahas plagiarisme seputar dunia desain yang terjadi di dunia maya.

    Plagiarisme adalah penjiplakan yang dilakukan secara sengaja. Ketika kita sudah mengunggah (upload) karya kita ke dunia maya otomatis kita harus siap jika karya kita ditiru, digunakan tanpa izin (kalau gak ketauan) atau dimodifikasi oleh orang lain. Kenapa seperti itu? karena apapun bisa kita searching melalui google dan tidak semua orang paham tentang copyright. Kalau karya kita tidak ingin dibajak, ya tidak usah menggunggah karya kita ke platform media manapun. Simpan saja sendiri dan dinikmati sendiri, tidak usah ditunjukan ke publik. Dijamin gak ada yang plagiat dan meniru karya yang kamu hasilkan itu. Kan tidak ada yang tahu. Itu tipsnya dan tulisan ini selesai. Haha. Ampuh kan?

    Walaupun plagiarisme secara digital tidak bisa dihindari, tetapi ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mencegah terjadinya plagiarisme pada karya kita. Aku akan mencoba memberikan tips untuk menghindari plagiarisme digital.

1. Deskripsikan Karya Secara Rinci

    Ketika kita upload karya atau portofolio kita ke media sosial deskripsikan secara rinci apakah karya tersebut boleh digunakan secara bebas baik untuk personal maupun komersial atau hanya boleh digunakan secara personal saja atau bila ingin menggunakan harus credit atau hanya meminta izin kepada pembuatnya atau tidak boleh digunakan sama sekali? ini harus diperjelas.

2. Berikan Watermark

    Watemark adalah sebagai tanda kalau karya itu merupakan karya kita. Bisa berupa logo kita, paraf disertai nama kita atau teks. Ukuran untuk watermark bisa satu halaman penuh atau hanya tanda kecil di sudut desain. Jika ingin membuat watermark satu halaman penuh, sebaiknya gunakan opacity yang lebih rendah agar karya tetap bisa terlihat dan kalau untuk watemark ukuran yang kecil, bisa dibuat dengan jelas. Kalau saran aku, tempatkan watermark di tempat yang kira-kira sulit dihilangkan, paling nggak butuh effort untuk menghilangkannya. Hehe. Kalau butuh effort kan orang biasanya malas.

3. Upload dengan Resolusi Lebih Rendah

    Semakin rendah resolusi gambarnya, maka akan semakin 'pecah' ketika kita zoom in. Apalagi jika ingin dicetak ke ukuran besar, hanya akan terlihat titik-titik pixel-nya. Jika ingin menggunakan karya yang kita upload, pihak tersebut harus mencari file high resolution desain itu dan mau gak mau meminta izin.

4. Mendaftarkan Hak Cipta

    Khusus untuk desain yang memiliki nilai ekonomi, misalnya logo yang merupakan salah satu bagian dari branding, sebaiknya didaftarkan hak ciptanya melalui HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Sayang banget kan kalau nanti produknya sudah dikenal atau perusahaannya sudah besar, logonya malah jadi sengketa.

5. Tegur Bila Menemukan Pelaku

    Ketika kita mengetahui ada yang menggunakan desain kita tanpa seizin kita atau meniru 100 persen seperti karya kita, kita bisa menegur pelakunya agar menghapusnya atau meminta izin terlebih dahulu jika ingin menggunakannya. Hal ini supaya mengedukasi pelaku yang mungkin belum tahu tetang etika meminta izin menggunakan karya orang lain.

    Mungkin segitu aja tips dari aku. Kasihan kan orang lain yang sudah meluangkan waktu, pikiran, tenaga untuk membuat karya tersebut kalau dibajak. Yuk sama-sama saling menghargai dimulai dari diri sendiri :)

Bisa Gak Sih Kuliah Jurusan DKV Sambil Kerja?

    Judul tulisan di atas terinsipirasi dari beberapa orang yang sering menanyakan padaku, "Bisa Gak Sih Kuliah Jurusan DKV Sambil Kerja?" Aku akan sharing berdasarkan pengalaman dan opiniku aku ya.

    Kalau jawaban aku pribadi bisa-bisa aja kuliah jurusan DKV sambil kerja, tetapi akan lebih berat daripada yang memang fokus kuliah saja tidak disambi kerja karena memang mata kuliah di jurusan DKV itu unik-unik apalagi nirmana. Hehe. Ketika aku kuliah D3, saat semester awal masuk, aku menjalaninya sambil mengajar bimbel kelas 12 SMA dan juga ikut organisasi ketika itu. Aku mengajar mata pelajaran matematika, fisika, kimia dan bahasa inggris. Jadi pagi sampai siang aku kuliah. Lalu siangnya pulang kuliah aku mengajar bimbel. Aku bisa mengajar 3-4 kali dalam seminggu. Di hari lain yang tidak ada jadwal mengajar, aku pergi ke sekret untuk mengikuti beberapa organisasi di kampus. Kalau mengajar dan organisasi jadwalnya sedang berbarengan, aku harus memilih mana yang menjadi prioritas dan izin ketika aku tidak bisa menjalani keduanya. Malamnya dan weekend aku mengerjakan tugas. Tidak ada waktu kongkow. jadi polanya kuliah-mengajar bimbel-organsisasi. Aku mengajar bimbel sampai aku semester 2. semester 3 ke atas sampai lulus aku fokus menyelesaikan kuliahku dan organisasi karena semester 3 ke atas kuliah dan organisasi semakin sibuk, jadi aku memutuskan berhenti dari mengajar bimbel. Lalu aku sekali dua kali mengambil beberapa job freelance yang berhubungan dengan desain sebagai pengganti uang gaji dari bimbel. Lumayan bisa buat beli cat air tanpa harus membebani orang tua yang sudah membiayai aku kuliah.

    Saat-saat libur semester pun aku menyibukan diri dengan mencari uang dan diselingi dengan organisasi. Ikut organisasi supaya dapet link teman-teman di luar jurusan. Hehe. Pernah saat menjelang semester akhir di tempat aku magang akan ada event pameran buku yang termasukan event besar di Senayan. Aku mengikuti seleksinya. Alhamdulillah aku lolos dan bekerja sebagai sales buku selama 10 hari. Aku naik motor bolak balik Depok-Senayan. Aku berdiri dari pagi sampai malam membantu orang-orang yang berkunjung ke stand mencari buku yang ditanyakan. Waktu break ketika makan siang, salat dan ke toilet. Itu pun secara bergantian dengan yang lain. Gini amat cari duit ya. Hahaha. Lumayan uangnya ditabung buat print tugas akhir nanti. Hehe. Alhamdulillah kuliah D3 aku bisa lulus tepat waktu dengan nilai yang lumayan baik. Allah yang mempermudah segalanya.

    Setelah lulus dari D3, aku bekerja di sebuah perusahaan. Aku menabung dan berencana untuk melanjutkan S1. Alhamdulillah uang untuk kuliah terkumpul. Beberapa tahun setelahnya aku lanjut S1 dengan biaya kuliah full dari aku sendiri beserta untuk tugas-tugasnya. Aku bekerja dari pagi sampai sore dari hari senin sampai jumat. Lalu Aku kuliah malam ketika weekday dan juga hari sabtu. Hanya hari minggu aku bisa di rumah. itu pun mengerjakan tugas kuliah. Hehe. Aku sudah mengatakan pada perusahaan tempat aku bekerja bahwa aku akan bekerja sambil menjalani kuliah. Alhamdulillah kantor tempat aku bekerja mendukung. Diizinkan dengan mudah ketika ada urusan dengan kampus dengan catatan pekerjaan yang sedang aku handle tetap berjalan dengan baik. Capek pake banget sih pagi bekerja dan malam harus kuliah atau mengerjakan tugas, sabtu pun juga tersita. Ketika skripsi harus bolak balik ketemu dosen pembimbing. Tetapi tekad aku untuk lulus tepat waktu, segera wisuda ditambah aku sudah membiayai kuliahku dengan keringat aku sendiri lebih besar. Perjuangan yang melelahkan ini pasti ada ujungnya. Alhamdulillah atas izin Allah, aku bisa lulus S1 dan wisuda tepat waktu juga.

    Jadi, buat teman-teman yang ingin kuliah sambil bekerja atau ambil kelas karyawan itu bisa banget dengan catatan tekad dan semangat kalian harus kuat. Tetap opitimis dalam berusaha dan berdoa. InsyaAllah kalau ingin berbuat baik, Allah mudahkan jalannya. Semua kelelahan itu akan menjadi perjalanan manis yang ketika suatu saat nanti kita menengok ke belakang, kita akan mengingatnya dan berkata "aku bisa melalui itu semua". Tetap semangat! :)

Culture Shock Di Dunia Kerja

    Buat anak kelahiran 90-an, ketika sekolah mengalami UN (Ujian Nasional) kan? rasanya capek banget jadi pelajar. Haha. Belajar setiap hari, ke sekolah berangkat pagi pulang sore, mengerjakan PR yang soalnya beda banget sama contoh soal lalu pergi ke tempat les belajar lagi. Semua dilakukan supaya bisa lulus kalau bisa dengan nilai yang baik. Lalu setelah melewati UN, masih ada tes-tes untuk ujian masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Saingannya dari Sabang sampai Merauke. Gagal tes, coba lagi, lagi dan lagi. Setelah masuk PTN, masih harus berkutat dengan tugas2 kuliah. Syarat kelulusan adalah bikin tugas akhir atau skripsi. Masuk susah keluar susah pokoknya. Haha. Ketika masih pelajar rasanya pengen cepet-cepet kerja. Biarpun rasanya capek tapi ketika bekerja kan mendapatkan gaji. Hehe. 

    Setelah lulus dari dunia pendidikan, jalur hidup mainstream adalah mencari kerja. Wah enak nih gak usah ngerjain PR, gak ketemu Guru killer, gak ketemu pelajaran yang pake rumus-rumus, gak perlu panas-panasan upacara, pulang sekolah gak perlu bimbel dan beban berat sebagai pelajar lainnya. Tapi ternyata dunia kerja tidak menyelesaikan "rasa capek" ketika menjadi pelajar. Ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri. Haha. 

    Saat aku masih menjadi pelajar dan mahasiswi, sebenernya aku juga sambil bekerja. Ketika SMA aku pernah menjadi reporter di warta kota dan ketika kuliah aku mengajar private. Tetapi hal itu berbeda sekali dengan bekerja sebagai karyawan kantoran dengan usia yang lebih matang. Mungkin terlihat keren dengan kemeja rapih, jalan sambil menelepon, sok sibuk dengan meeting, mendapat gaji tetap setiap bulan, kerjanya di depan laptop, di gedung tinggi, gak kepanasan, dan lain-lain. Tetapi di balik semua itu ada culture shock yang mewarnai hari-hari. Haha. 

    Aku pernah intenship dan bekerja di beberapa perusahaan, berikut beberapa culture shock yang aku alami yang mungkin juga kalian alami. Ini berdasarkan pengalaman dan opiniku ya.

1. Senioritas

    Senioritas ketika sekolah juga ada sih. Di dunia kerja yang aku rasakan lebih kepada orang yang lebih dulu atau lebih lama bekerja di perusahaan dengan jabatan yang sudah level di atas kita dan tentunya lebih berkuasa, lebih tahu segalanya, merasa paling benar, tidak mau menerima kritik dan saran, gila hormat, membutuhkan pengakuan dan bisa jadi mengakui pekerjaan orang lain. Mengakui pekerjaan orang lain di sini misalnya ketika si A yang sudah senior ini diperintahkan dengan orang yang levelnya berada di atasnya ini melempar pekerjaannya lagi kepada si B yang berada dalam satu teamnya dan levelnya berada di bawahnya. Lalu ketika pekerjaan yang diperintahkan telah di selesaikan si B, saat si A memberikan hasil pekerjaan kepada orang yang levelnya berada di atasnya, si A ini mengaku kalau pekerjaan ini dia yang mengerjakannya. Ada juga senior yang hobinya main game dan malas-malasan. Hehe. Juniornya yang diminta menyelesaikan tugas kerja rodi. 

2. Yang rajin dan pintar adalah yang bekerja lebih keras

    Kalau di sekolah anak yang pintar dan rajin adalah yang ngasih contekan dan juara kelas, kalau di dunia kerja hati-hati bisa jadi "dimanfaatkan". Kamu punya banyak skill? kamu bisa multitasking? Kamu cepat dalam mengesekusi sesuatu? Siap-siap kamu yang akan lebih sering menghabiskan waktumu untuk lembur dan di pingpong sana sini karena yang rajin apalagi ditambah pintar yang akan lebih bekerja keras dan menjadi andalan supaya pekerjaan cepat selesai daripada meminta tolong rekan kerja yang lain dan lebih lama menyelesaikan pekerjaannya bikin gemes. Hehe.

3. Semua benda di kantor bisa berbicara

    Semua benda mati di kantor seperti tembok, pintu, kursi, pulpen serasa punya mata, punya telinga, punya mulut. Jadi hati-hati kalau mau cerita apapun ke siapapun orang di kantor karena ketika kamu cerita ke satu orang, cerita kamu bisa menyebar saat itu juga ke seluruh kantor bahkan walaupun kamu belum cerita udah kesebar itu cerita saking horornya. Jadi, menurut aku paling bener kerja, ambil gaji lalu pulang. Hehe. Sangat hati-hati dalam mencari teman di lingkungan kantor.

4. Jangan terlalu menunjukan kemampuan kamu di luar bidang pekerjaan kamu

    Wah selain kamu bisa desain, kamu bisa edit video juga? bisa bikin ilustrasi juga? bisa bikin denah gedung juga? bisa hitung pajak juga? bisa bikin business plan juga? tolong bantuin kerjain ini dong, itu dong, ini juga tolong dicek ya. Bisa lah nanti sore udah jadi. Hehe. Kalau kamu terlalu menunjukan kemampuan kamu di luar bidang perkerjaanmu, siap-siap sekali seseorang minta tolong, akan menjadi habit dan itu secara tidak langsung akan menjadi jobdes kamu. Hehe. Jangan terlalu inisiatif juga karena nanti bisa dapet kerjaan lebih banyak dan jangan terlalu berharap mendapat appericate.

5. Status Cuti tapi harus standby

    Dulu ketika status masih pelajar atau mahasiswa, libur ya benar-benar libur. Dalam artian kita bebas sementara dari PR, tugas kuliah dan kepusingan lainnya sebagai pelajar sampai nanti waktu libur selesai dan memulai semester baru. Di dunia kerja, kita bekerja dari hari senin sampai jumat, hari sabtu dan minggu libur. Ini tergantung kebijakan kantor masing-masing ya. Kita memiliki hak cuti tahunan. Biasanya 12 kali dalam setahun yang bisa kita gunakan kapan saja selama setahun itu. Ini di luar cuti hamil dan melahirkan untuk perempuan, cuti menikah dan lainnya. Tetapi sayangnya ketika di dunia kerja, cuti ini tidak benar-benar kita terbebas dari kerjaan. Kita masih harus standby paling tidak melalui chat jika ada yang harus ditanyakan oleh rekan kerja atau yang lebih menakutkan dikerjakan saat itu juga dan itu adalah project atau pekerjaan yang sedang kita handle sehari-hari. Apa itu cuti, tanggal merah, weekend? kalendar serasa hitam semua. Hehe.

    Mungkin segitu aja culture shock yang aku alami selama di dunia kerja. Kalau kalian apa saja nih? yuk sharing di kolom komentar. Hehe.

Search This Blog

Powered by Blogger.

Labels

Pages

Followers