Ketika kamu membuka sosial mediamu, kamu melihat senyum terukir di sebuah postingan milik temanmu dengan bumbu caption yang semakin menguatkan tentang kebahagiaan yang sedang dirasakan oleh pemilik akun sosial media tersebut. Dalam hatimu berkata, “Enak ya jadi dia. Hidupnya selalu bahagia. Tidak sepertiku. Aku juga ingin bahagia seperti dia.” Apakah kamu yakin dia sebahagia yang kamu pikirkan? Apakah kamu yakin hidupnya semulus yang kamu sangkakan?
Bisa saja senyum itu hanyalah sebuah pengalihan dari keadaan dia yang sebenarnya. Mungkin saja caption itu sebenarnya penggambaran kebalikan dari hatinya sedang terluka, keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Tetapi dia tak ingin semua orang tahu resah di dadanya. Yang dia ingin bagikan hanyalah momen kebahagiaan.
Manusia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki. Selalu ingin lebih dan lebih lagi. Fase hidup sempurna yang standar dalam pikiran manusia adalah lulus sekolah dari TK sampai SMA dengan prestasi yang segudang, lalu kuliah di Perguruan Tinggi Negeri terkenal setelah itu bekerja di perusahaan bonafit, karir menanjak, menikah dengan pasangan yang good looking, punya anak-anak yang pintar-pintar dan lucu-lucu, hidup mapan, punya usaha, lalu meninggal masuk surga. Apakah semua itu jadi ukuran standar kebahagian juga? Dan jika dalam perjalan fase hidup yang sempurna itu kamu belum melengkapi puzzle-nya, kamu jadi tidak bahagia? Kamu tidak bahagia atau tidak bersyukur?
Seperti ungkapan "rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri”. Apa yang dimiliki oleh orang lain, biasanya terlihat lebih indah (lebih baik) dari apa yang kita miliki. Ketika melihat apa yang orang lain dapat, jangan iri melihatnya bahagia karena kita tidak pernah tahu ujian apa yang telah Allah letakan di bahunya. Belum tentu ketika kamu menjadi dia, kamu sanggup melewati ujian yang Allah amanahkan padanya. Allah tidak akan memberi cobaan diluar batas kemampuan hambanya kan?
Jangan hanya terfokus kepada apa yang orang lain miliki, sehingga lupa dengan apa yang telah dimiliki. Rezeki tidak akan pernah tertukar, karena yang mengaturnya bukan manusia tapi Allah. Semua orang sudah memiliki porsi rezekinya masing-masing sesuai kebutuhannya. Di luar sana, ada banyak sekali orang yang tidak seberuntung dirimu, bahkan berbagai masalah selalu menaungi mereka sepanjang waktu, namun mereka tetap menjalani kehidupan mereka dengan bersemangat dan tersenyum bahagia.
Sebesar dan sekecil apapun rezeki, kebahagiaan, dan kesuksesan yang kita miliki sekarang harus bisa kita syukuri tanpa harus membanding-bandingkanya dengan yang orang lain peroleh. Tetaplah berbaik sangka padaNya. Allah adalah penulis skenario terbaik dalam hidup ini, dan Dia tidak akan menulis kisah tanpa ada manfaat di dalamnya.